Minggu, 29 September 2013

KURA-KURA MALAYAN PEMAKAN SIPUT a.k.a MALAYAN SNAIL EATING (MALAYEMYS SUBTRIJUGA)



KURA-KURA MALAYAN PEMAKAN SIPUT a.k.a MALAYAN SNAIL EATING (MALAYEMYS SUBTRIJUGA)
Oleh: Agung Prabowo



Deskripsi
          Salah satu korban dari permintaan perdagangan Asia untuk kura-kura air tawar, kura-kura Malayan pemakan siput memiliki karapas berwarna coklat dengan garis-garis kuning di bagian tepi. Karapas lonjong dengan bentuk seperti kubah dan keping karapas berukuran besar disertai tonjolan-tonjolan kecil. Plastron berwarna kuning atau berwarna krem ​​dengan bercak hitam di setiap keping plastron. Kepala berukuran besar dan berwarna hitam disertai motif garis-garis yang menyala. Kura-kura Malayan pemakan siput jantan memiliki cangkang yang lebih panjang dan ramping dengan ekor lebih besar dari kura-kura Malayan pemakan siput betina.
          Kura-kura Malayan pemakan siput adalah spesies kura-kura Thailand yang paling sering digunakan dalam praktek "prestasi rilis", di mana kura-kura dan hewan lainnya dilepaskan ke alam untuk "melakukan kebajikan"; menyeimbangkan ekosistem, mengontrol hama siput di lahan pertanian, dll. Sayangnya, banyak kura-kura tersebut dilepaskan ke habitat yang tidak pantas atau penuh sesak (seperti taman dan kolam hias candi) dan berakhir dengan kematian karena kelaparan atau kompetisi yang berlebihan. Kura-kura yang dirilis lainnya merupakan kura-kura yang terserang penyakit ketika mereka berada di penangkaran, sehingga membunuh lebih banyak kura-kura lainnya.

Biologi
          Kura-kura Malayan pemakan siput adalah reptil karnivora, dinamai seperti itu karena  kecenderungan untuk memakan siput kecil. Namun, ia juga memakan cacing tanah, serangga air, krustasea dan ikan kecil. Fakta menarik dari kura-kura Malayan pemakan siput adalah dia memiliki kepala besar dan rahang yang kuat, yang memungkinkan untuk menghancurkan cangkang siput.

Ukuran dan Umur
          Panjang karapas kura-kura Malayan pemakan siput bisa mencapai 20 cm. Kura-kura ini mampu mencapai umur 14,2 tahun (penangkaran).

Kura-kura Malayan pemakan siput tampak depan

Persebaran
          Kura-kura Malayan pemakan siput ditemukan di Sungai Mekong basin dari Kamboja, Laos, selatan Vietnam dan timur laut Thailand. Diperkenalkan di Jawa, Indonesia. Terjadinya spesies di Indonesia dianggap sebagai alokton/spesies pendatang/non pribumi (Sumatera) atau punah (Jawa). Selain itu, dari karakteristik kepala sampai corak garis menunjukkan bahwa Malayemys Subtrijuga atau kura-kura Malayan pemakan siput di Jawa berasal oleh campur tangan manusia terutama dari Sungai Mekong Basin.

Habitat
          Kura-kura ini ditemukan di sungai beraliran lambat dengan dasar berlumpur dan banyak terdapat vegetasi air, seperti rawa-rawa, rawa, sawah, dan saluran irigasi. Di Bangkok paling sering ditemukan di kanal yang bergerak lambat dari taman kota dan juga dapat ditemukan di danau kecil dari daerah tertinggal.


Ancaman
          Kura-kura tambak (terrapin), termasuk kura-kura Malayan pemakan siput secara luas dimakan oleh orang-orang. Banyak populasi dari spesies Malayemys dieksploitasi untuk makanan, obat Cina dan di beberapa daerah telurnya juga dikumpulkan untuk dikonsumsi. Kura-kura Malayan pemakan siput juga sering ditangkap dan dilepaskan ke kolam di kuil Budha. Eksploitasi ini tampaknya telah menyebabkan angka menurun sepanjang jangkauan, khususnya di Kamboja, Laos dan Vietnam. Akhirnya, kerusakan habitat akibat polusi dan kecelakaan dalam penangkapan di jaring ikan juga berkontribusi terhadap statusnya yang rentan dari spesies ini.  

Konservasi
          Kura-kura Malayan pemakan siput terdaftar pada Lampiran II Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES), dan dengan demikian setiap perdagangan internasional dalam spesies ini harus dipantau secara seksama. Kura-kura ini juga tunduk pada sejumlah undang-undang nasional di Kamboja dan Thailand. Konsumsi, penggunaan dan ekspor spesies ini dilarang di Vietnam dan ekspor semua spesies kura-kura local pun juga dilarang. Ekspor kura-kura air tawar diatur di Malaysia, ada kuota panen tahunan di tempat di Indonesia, dan Myanmar mendaftarkan kura-kura Malayan pemakan siput sebagai spesies yang dilindungi.

 Kura-kura Malayan pemakan siput sedang berjemur diatas batu

Bahaya Bagi Manusia
          Ada risiko kecil jika kontaminasi bakteri salmonella yang berasal dari kotoran kura-kura jika mencapai mulut anak kecil (paling sering terjadi dari penanganan kura-kura peliharaan). Untuk amannya dianjurkan untuk selalu mencuci tangan setelah memegang kura-kura apapun.

Sumber info : Bangkok Herps, Wikipedia, Arkive, Eol, dan Novataxa
Sumber foto : Foto 1, Foto 2, dan Agung Prabowo Photography


Rabu, 25 September 2013

KURA BERLEHER ULAR PULAU ROTE (CHELODINA MCCORDI)


KURA BERLEHER ULAR PULAU ROTE 
(CHELODINA MCCORDI)
Oleh: Agung Prabowo



          Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) adalah kura-kura kecil berleher panjang, ditemukan hanya di habitat lahan basah pulau Rote, bagian timur Indonesia. Karena Kura-kura endemik ini telah menjadi spesies baru sejak 1994, permintaan internasional sangat intensif untuk spesies ini sampai pada titik ambang kepunahan di alam.
          Keberadaan Chelodina mccordi di Pulau Rote sangat terancam. Sementara Chelodina mccordi timorensis, subspesiesnya hidup di Timor Timur yang kadang dianggap sebagai spesies tersendiri dengan sebutan (Chelodina timorensis). Kesemua ini di dalam genus Chelodina (kura-kura berleher ular Australia) dalam keluarga kura-kura berleher menyamping (Chelidae). Hewan ini tidak dapat menarik dan menyembunyikan leher dan kepalanya ke dalam tempurung (karapas) karena lehernya yang panjang sehingga hanya dapat melipat lehernya ke samping tempurung. Lehernya panjang menyerupai ular sehingga lebih dikenal dengan kura-kura berleher ular.
          Berikut pengklasifikasian kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi):
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Reptilia
Ordo                : Testudinata
Famili              : Chelidae
Genus              : Chelodina
Spesies            : Chelodina mccordi


Deskripsi
          Kura berleher ular dari pulau Rote ini merupakan pecahan dari kura berleher ular New Guinea dan dianggap sebagai spesies yang berbeda pada tahun 1994 setelah Dr Anders Rhodin yang merupakan direktur Chelonian Research Foundation di Lunenburg (Massachusetts). Dia menemukan bahwa terdapat perbedaan antara dua spesies di atas. Terlihat berbeda karena mengalam isolasi. Setelah Berbagai studi banding yang dilakukan oleh Rhodin menyimpulkan bahwa sebenarnya kura-kura berleher ular dari pulau Rote adalah spesies baru yang berbeda dengan kura berleher ular New Guinea (chelodina  novaeguineae) yang berada di kepulauan New Guinea.
          Awalnya kura berleher ular dari Pulau Rote yang ditemukan pada tahun 1891 oleh George Albert Boulenger yang kemudian oleh dinamai Dr William McCord, seorang ahli hewan dan kura-kura dari Hopewell Junction, New York.
          Karapasnya bisa mencapai panjang antara 18-24 cm. Panjang lehernya sepanjang kerapasnya. Warna karapas abu-abu pucat kecoklatan. Kadang-kadang juga pada spesimen lain memiliki kerapas coklat kemerahan. Plastron pada umumnya putih pucat. Leher berwarna coklat gelap pada upperparts dengan tuberkel bulat. Iris mata berwarna hitam dikelilingi oleh cincin putih.
           Secara spesifik belum diketahui secara jelas perilaku dan ekologi perkembangbiakkan dari Chelodina mccordi di alam. Awal tahun 2005, salah seorang eksportir reptil di Jakarta mengaku memiliki telur yang diletakkan oleh Chelodina mccordi betina yang diambil dari alam saat masih terkubur. Tidak diketahui persis berapa dari telur tersebut yang mampu menetas atau ada dari telur-telur tersebut yang ditetaskan. Perkembangbiakkan di dalam penangkaran telah berhasil dilakukan, bahkan sampai dengan generasi kedua (F2), di Eropa dan Amerikan Utara.

 
Visualisasi kura berleher ular pulau Rote (chelodina mccordi)




Habitat, Populasi, dan Konservasi
            Kura kura berleher ular pulau Rote tinggal di rawa, danau, dan sawah di selatan pulau Rote. Spesies ini seringkali diperdagangkan oleh para kolektor reptil endemik internasional. Sehingga lebih sering ditemukan di penangkaran dibandingkan habitat aslinya. Jumlah populasi spesies ini semakin berkurang, karena selalu diperdagangkan, namun perkembangbiakannya sedikit. Para pedagang seringkali menggunakan perangkap untuk menangkap hewan ini di rawa-rawa air tawar di Pulau Rote.
          Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan spesies dilindungi di Indonesia sejak 1980. Semenjak diidentifikasikan sebagai spesies baru pada tahun 1994, Kura-kura Pulau Rote telah dilindungi di Indonesia di bawah payung hukum dari Chelodina novaguineae, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/um/10/1980. Oleh karena itu, tidak ada perdagangan secara legal dari Chelodina mccordi antara tahun 1980 dan 1994. Setiap perdagangan dari kura-kura Pulau Rote yang terjadi dalam periode tersebut dianggap ilegal/melawan hukum.
          Laporan terbaru yang dikeluarkan TRAFFIC, jaringan pemantau perdagangan satwa dan tumbuhan liar, menemukan bahwa penangkapan dan perdagangan satwa ini tidak dilaksanakan berdasarkan peraturan resmi yang berlaku di Indonesia. Meskipun sebelumnya ada quota nasional yang diberikan untuk pemanenan dan ekspor spesies Chelodina mccordi antara tahun 1997 dan 2001, tetapi tidak ada lisensi yang dikeluarkan untuk melakukan koleksi (pengumpulan), termasuk tidak ada izin pemindahan (transportasi) yang dikeluarkan dari tempat sumber spesies ini ke tempat-tempat ekspor dalam wilayah Indonesia. Semua spesimen Chelodina mccordi yang telah diekspor sejak 1994 diperoleh secara illegal).
Di tahun 2000, Daftar Merah IUCN mengkategorikan spesies ini kedalam status kritis (Critically Endangered), dan pada tahun yang sama kura-kura berleher ular dari Pulau Rote ini dievaluasi berada diambang kepunahan. Spesies ini masuk dalam daftar Appendix II Konvensi Mengenai Perdagangan Internasional Terhadap Spesies Satwa dan Tumbuhan Dilindungi (CITES), dimana semua perdagangan internasional terhadap satwa ini harus dilaksanakan sesuai sistem resmi yang berlaku. 
Meskipun demikian, permintaan internasional yang terus-menerus untuk Chelodina mccordi dari kolektor dan penggemar satwa langka di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur mendorong spesies endemik ini menuju kepunahan. Walaupun Chelodina mccordi telah dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia. Namun sangat disayangkan, hewan ini tidak termasuk daftar hewan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999. Monitoring dan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar ini dari eksploitasi berlebihan sangat lemah dan di beberapa tempat tidak terlihat. Jika peraturan-peraturan, misalnya untuk penangkapan dan pemindahan satwa liar ini tidak ditegakkan, keberadaan spesies ini di alam dipastikan akan punah dalam waktu dekat.

 
Habitat buatan untuk konservasi kura berleher ular pulau Rote (chelodina mccordi)

Reproduksi
          Setiap kali bertelur terdiri dari 8-14 butir dan dalam satu tahun terdapat tiga kali peneluran. Ukuran telur 30 x 20 mm yang beratnya bisa mencapai delapan sampai sepuluh gram. Tukik pertama menetas setelah tiga bulan pengeraman di alam. Ketika mereka menetas memiliki ukuran 28 x 20 mm, mereka berbintik-bintik kuning pada plastron sampai menjadi lebih gelap dengan waktu sampai plastron menjadi hampir hitam setelah beberapa minggu. Selama periode pertumbuhan pewarnaan menjadi lebih pucat sampai akhirnya mereka mencapai warna dewasa yaitu abu-abu kecoklatan/kemerahan.

Tukik kura berleher panjang pulau Rote (Chelodina mccordi)

Ancaman
          Kura ini adalah salah satu kura yang paling diinginkan dalam perdagangan hewan peliharaan internasional. Bahkan sebelum itu, dijelaskan secara ilmiah sampai melebihi ambang batas ekspor hewan peliharaan dan di tahun 2001 dilarang keras secara hukum karena takut akan kelangkaan dan kepunahan. Dua atau tiga populasi yang tersisa tinggal di daerah yang hanya 70 km² di dataran tinggi yang terletak di tengah dari Pulau Rote. Sampai sekarang masih masih ditangkap secara ilegal dan sering ditawarkan di pasar dengan trade label kura berleher ular New Guinea walau secara hukum sangat dilindungi. Maka pada tahun 2004 terbitlah aturan hukumnya di dalam Appendix II CITES.
          Di luar habitatnya kura ini ditangkap untuk diperdagangkan oleh manusia, sementara di dalam habitatnya sendiri terdapat beberapa ancaman alami untuk spesies ini yaitu dari predasi oleh babi liar (Sus Scrofa), dan hilangnya habitat karena alam ataupun ulah manusia. Tetapi yang lebih mengerikan tetap pada penangkapan liar untuk diperdagangkan sebagai ancaman utama.

Pengembalian Kura Berleher Ular Pulau Rote
          Pemerintah Kabupaten Rote Ndao akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Khusus untuk melakukan pengamanan terhadap kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) setelah dilepasliarkan di Danau Peto, Kecamatan Rote Tengah oleh Menteri Kehutanan RI, Dr. H. M.S. Ka’aban, SE, M.Si.
          Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) kabupaten Rote Ndao, Ir. Untung di kantornya. Dikatakan Untung, pembentukan Satgas Khusus ini sesuai arahan Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM. Dimana pengamanan ini tidak hanya untuk 48 ekor Chelodina mccordi yang dilepasliarkan di Danau Peto itu saja, tetapi juga terhadap spesies langka milik masyarakat Rote yang mungkin saja masih ada namun belum teridentifikasi keberadaannya.
          Hal lain yang akan dilakukan adalah mengupayakan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana kura-kura yang ada harus dilestarikan. Juga mengenai rencana ke depan membudidayakan kura-kura tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
          Menurut Kepala Desa Lidabesi-kecamatan Rote Tengah, Onistypel Pellokilla, pemerintah kabupaten Rote Ndao perlu menindaklanjuti dengan membangun sebuah pos penjagaan di lokasi Danau Peto dan menempatkan petugas jaga di danau itu supaya keamanan bisa dijamin. Kembalinya kura-kura leher ular pulau Rote ke habitatnya di Pulau Rote khususnya di Danau Peto merupakan sesuatu yang sangat berharga. Apalagi pelepasliarannya dilakukan langsung Mentri kehuatanan RI, MS Ka'ban. Karena sudah ada kura-kura berleher ular yang unik tersebut kini danau Peto akan menjadi lokasi pariwisata. Orang-orang yang ingin melihat langsung kura-kura berleher ular pulau Rote tentu akan datang ke lokasi danau Peto yang mencakup wilayah Desa Lidabesi dan Desa Maubesi. Jadi, perhatian pemerintah dalam upaya pengembangbiakan kura-kura ini memang sangat serius.
          Warga Desa Lidabesi sangat mendukung kehadiran kura-kura berleher ular pulau Rote di danau Peto dan akan ikut menjaga atau melestarikan perkembangbiakannya. Apalagi berbagai kegiatan terkait pengelolaan danau Peto sebagai lokasi penangkaran kura-kura melibatkan warga setempat sehingga menjadi tanggung jawab warga juga untuk menjamin keselamatan kura-kura unik yang ada. Onistypel Pellokilla pun mengusulkan agar pemerintah Kabupaten Rote Ndao terus melakukan pembenahan untuk penataan lokasi danau Peto menjadi lokasi yang bisa bernilai ekonomis dan mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi Kabupaten Rote Ndao.
           Kura-kura kecil leher panjang yang hanya dapat hidup di lahan basah Pulau Rote ini dinyatakan spesies baru sejak 1994 setelah dilakukan penelitian oleh lembaga ilmiah bekerja sama dengan Departemen kehutanan RI. Spesies Chelodina mccordi merupakan pecahan dari C. Novaeguineae. Permintaan perdagangan terhadap jenis kura-kura ini sangat tinggi dengan harga yang mahal sehingga harus dilestarikan jenisnya.
          Meski spesies Chelodina mccordi atau kura-kura berleher ular pulau Rote ini memiliki permintaan perdagangan yang tinggi (nilai ekonomis yang tinggi) namun sebenarnya selama ini spesies kura-kura tersebut sudah punah dan tidak ada lagi di wilayah Kabupaten Rote Ndao. Masyarakat Rote Ndao bahkan telah lupa dengan keberadaan kura-kura tersebut di diwilayah nusa lontar.
          Tetapi kenyataan berkata lain. Spesies Chelodina mccordi atau kura-kura leher ular Rote ini ternyata masih ada dan sejak tahun 1994 dijaga kelestariannya dan dikembangbiakan di PT. Alam Nusantara Jayatama-Jakarta dibawah pengawasan Departemen Kehutanan RI. Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan jenis kura-kura yang hidup endemik di suatu Danau (Danau Naluk dan Danau Enduy) di Pulau Rote-Nusa Tenggara Timur. Ukuran dewasanya bisa mencapai 15-25 cm dan memiliki bentuk karapas yang unik dengan sisi karapas melengkung ke atas. Agar spesies kura-kura ini tidak punah, pemerintah yakni Departemen Kehutanan RI memandang perlu mengembalikan kura-kura ini pada habitatnya di Pulau Rote. Diperlukan pelepasliaran kura-kura ini untuk meningkatkan jumlah populasinya di habitat aslinya sehingga kelestariannya tetap terjaga.
          Upaya pelestarian kura-kura ini dilakukan sesuai dengan amanat Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuahn dan satwa liar, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2005 tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar serta pada bab X tentang pengembalian ke habitat alam (restocking) dan status satwa purna penangkaran pasal 71 terutama menyangkut persyaran teknis, ukuran, kondisi satwa, habitat/lokasi pelepasan, waktu pelaksanaa restocking, pengamanan pada saat adaptasi, pemantauan dan juga sumber dana untuk biaya restocking dan pelestarian.
 

Sumber Foto: Foto 1, Foto 2, dan Foto 3