KURA BERLEHER ULAR PULAU ROTE
(CHELODINA MCCORDI)
Oleh: Agung Prabowo
Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) adalah kura-kura kecil berleher
panjang, ditemukan hanya di habitat lahan basah pulau Rote, bagian timur
Indonesia. Karena Kura-kura endemik ini telah menjadi spesies baru sejak 1994,
permintaan internasional sangat intensif untuk spesies ini sampai pada titik
ambang kepunahan di alam.
Keberadaan Chelodina mccordi di Pulau
Rote sangat terancam. Sementara Chelodina mccordi timorensis, subspesiesnya
hidup di Timor Timur yang kadang dianggap sebagai spesies tersendiri dengan
sebutan (Chelodina timorensis). Kesemua ini di dalam genus Chelodina (kura-kura
berleher ular Australia) dalam keluarga kura-kura berleher menyamping (Chelidae). Hewan ini tidak dapat menarik dan menyembunyikan leher dan
kepalanya ke dalam tempurung (karapas) karena lehernya yang panjang sehingga
hanya dapat melipat lehernya ke samping tempurung. Lehernya panjang menyerupai
ular sehingga lebih dikenal dengan kura-kura berleher ular.
Berikut pengklasifikasian kura-kura
berleher ular pulau Rote (Chelodina
mccordi):
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Reptilia
Ordo
:
Testudinata
Famili
: Chelidae
Genus
: Chelodina
Spesies
: Chelodina mccordi
Deskripsi
Kura berleher ular dari pulau Rote ini merupakan pecahan dari kura
berleher ular New Guinea dan dianggap sebagai spesies yang berbeda pada tahun
1994 setelah Dr Anders Rhodin yang merupakan direktur Chelonian Research
Foundation di Lunenburg (Massachusetts). Dia menemukan bahwa terdapat perbedaan
antara dua spesies di atas. Terlihat berbeda karena mengalam isolasi. Setelah
Berbagai studi banding yang dilakukan oleh Rhodin menyimpulkan bahwa sebenarnya
kura-kura berleher ular dari pulau Rote adalah spesies baru yang berbeda
dengan kura berleher ular New Guinea (chelodina novaeguineae) yang berada di kepulauan
New Guinea.
Awalnya kura berleher ular dari Pulau
Rote yang ditemukan pada tahun 1891 oleh George Albert Boulenger yang kemudian
oleh dinamai Dr William McCord, seorang ahli hewan dan kura-kura dari Hopewell
Junction, New York.
Karapasnya bisa mencapai panjang antara
18-24 cm. Panjang lehernya sepanjang kerapasnya. Warna karapas abu-abu pucat
kecoklatan. Kadang-kadang juga pada spesimen lain memiliki kerapas coklat
kemerahan. Plastron pada umumnya putih pucat. Leher berwarna coklat gelap pada
upperparts dengan tuberkel bulat. Iris mata berwarna hitam dikelilingi oleh
cincin putih.
Secara spesifik belum diketahui secara jelas perilaku dan
ekologi perkembangbiakkan dari Chelodina mccordi di alam. Awal tahun 2005, salah seorang eksportir reptil di Jakarta
mengaku memiliki telur yang diletakkan oleh Chelodina mccordi betina yang diambil dari alam saat
masih terkubur. Tidak diketahui persis berapa dari telur tersebut yang mampu
menetas atau ada dari telur-telur tersebut yang ditetaskan. Perkembangbiakkan
di dalam penangkaran telah berhasil dilakukan, bahkan sampai dengan generasi
kedua (F2), di Eropa dan Amerikan Utara.
Visualisasi kura berleher ular pulau Rote (chelodina mccordi)
Habitat, Populasi, dan Konservasi
Kura kura berleher ular pulau Rote tinggal
di rawa, danau, dan sawah di selatan pulau Rote. Spesies ini seringkali
diperdagangkan oleh para kolektor reptil endemik internasional. Sehingga lebih
sering ditemukan di penangkaran dibandingkan habitat aslinya. Jumlah populasi
spesies ini semakin berkurang, karena selalu diperdagangkan, namun
perkembangbiakannya sedikit. Para pedagang seringkali menggunakan perangkap
untuk menangkap hewan ini di rawa-rawa air tawar di Pulau Rote.
Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan
spesies dilindungi di Indonesia sejak 1980. Semenjak
diidentifikasikan sebagai spesies baru pada tahun 1994, Kura-kura Pulau Rote
telah dilindungi di Indonesia di bawah payung hukum dari Chelodina novaguineae,
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/um/10/1980. Oleh
karena itu, tidak ada perdagangan secara legal dari Chelodina mccordi antara
tahun 1980 dan 1994. Setiap perdagangan dari kura-kura Pulau Rote yang terjadi
dalam periode tersebut dianggap ilegal/melawan hukum.
Laporan terbaru yang dikeluarkan TRAFFIC,
jaringan pemantau perdagangan satwa dan tumbuhan liar, menemukan bahwa
penangkapan dan perdagangan satwa ini tidak dilaksanakan berdasarkan peraturan
resmi yang berlaku di Indonesia. Meskipun sebelumnya ada quota nasional yang
diberikan untuk pemanenan dan ekspor spesies Chelodina mccordi antara tahun
1997 dan 2001, tetapi tidak ada lisensi yang dikeluarkan untuk melakukan
koleksi (pengumpulan), termasuk tidak ada izin pemindahan (transportasi) yang
dikeluarkan dari tempat sumber spesies ini ke tempat-tempat ekspor dalam
wilayah Indonesia. Semua spesimen Chelodina mccordi yang telah diekspor sejak
1994 diperoleh secara illegal).
Di tahun 2000, Daftar Merah IUCN
mengkategorikan spesies ini kedalam status kritis (Critically Endangered), dan
pada tahun yang sama kura-kura berleher ular dari Pulau Rote ini dievaluasi
berada diambang kepunahan. Spesies ini masuk dalam daftar Appendix II Konvensi
Mengenai Perdagangan Internasional Terhadap Spesies Satwa dan Tumbuhan Dilindungi
(CITES), dimana semua perdagangan internasional terhadap satwa ini harus
dilaksanakan sesuai sistem resmi yang berlaku.
Meskipun demikian, permintaan
internasional yang terus-menerus untuk Chelodina mccordi dari kolektor dan
penggemar satwa langka di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur mendorong spesies
endemik ini menuju kepunahan. Walaupun Chelodina mccordi telah dimasukkan dalam
daftar spesies dilindungi di Indonesia. Namun sangat disayangkan, hewan ini tidak
termasuk daftar hewan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.
Monitoring dan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar ini dari eksploitasi
berlebihan sangat lemah dan di beberapa tempat tidak terlihat. Jika
peraturan-peraturan, misalnya untuk penangkapan dan pemindahan satwa liar ini
tidak ditegakkan, keberadaan spesies ini di alam dipastikan akan punah dalam
waktu dekat.
Habitat buatan untuk konservasi kura berleher ular pulau Rote (chelodina mccordi)
Reproduksi
Setiap kali bertelur terdiri dari 8-14 butir dan dalam satu tahun
terdapat tiga kali peneluran. Ukuran telur 30 x 20 mm yang beratnya bisa
mencapai delapan sampai sepuluh gram. Tukik pertama menetas setelah tiga bulan
pengeraman di alam. Ketika mereka menetas memiliki ukuran 28 x 20 mm, mereka
berbintik-bintik kuning pada plastron sampai menjadi lebih gelap dengan waktu
sampai plastron menjadi hampir hitam setelah beberapa minggu. Selama periode
pertumbuhan pewarnaan menjadi lebih pucat sampai akhirnya mereka mencapai warna
dewasa yaitu abu-abu kecoklatan/kemerahan.
Tukik kura berleher panjang pulau Rote (Chelodina mccordi)
Ancaman
Kura ini adalah salah satu kura yang
paling diinginkan dalam perdagangan hewan peliharaan internasional. Bahkan
sebelum itu, dijelaskan secara ilmiah sampai melebihi ambang batas ekspor hewan
peliharaan dan di tahun 2001 dilarang keras secara hukum karena takut akan
kelangkaan dan kepunahan. Dua atau tiga populasi yang tersisa tinggal di daerah
yang hanya 70 km² di dataran tinggi yang terletak di tengah dari Pulau Rote.
Sampai sekarang masih masih ditangkap secara ilegal dan sering ditawarkan di
pasar dengan trade label kura berleher ular New Guinea walau secara hukum sangat
dilindungi. Maka pada tahun 2004 terbitlah aturan hukumnya di dalam Appendix II
CITES.
Di luar habitatnya kura ini ditangkap
untuk diperdagangkan oleh manusia, sementara di dalam habitatnya sendiri
terdapat beberapa ancaman alami untuk spesies ini yaitu dari predasi oleh babi
liar (Sus Scrofa), dan hilangnya habitat karena alam ataupun ulah manusia.
Tetapi yang lebih mengerikan tetap pada penangkapan liar untuk diperdagangkan
sebagai ancaman utama.
Pengembalian Kura Berleher Ular Pulau Rote
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao akan membentuk Satuan Tugas (Satgas)
Khusus untuk melakukan pengamanan terhadap kura-kura berleher ular pulau Rote
(Chelodina mccordi) setelah dilepasliarkan di Danau Peto, Kecamatan Rote Tengah
oleh Menteri Kehutanan RI, Dr. H. M.S. Ka’aban, SE, M.Si.
Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) kabupaten Rote Ndao, Ir. Untung di kantornya. Dikatakan Untung, pembentukan Satgas Khusus ini sesuai arahan Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM. Dimana pengamanan ini tidak hanya untuk 48 ekor Chelodina mccordi yang dilepasliarkan di Danau Peto itu saja, tetapi juga terhadap spesies langka milik masyarakat Rote yang mungkin saja masih ada namun belum teridentifikasi keberadaannya.
Hal ini disampaikan Plt. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) kabupaten Rote Ndao, Ir. Untung di kantornya. Dikatakan Untung, pembentukan Satgas Khusus ini sesuai arahan Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM. Dimana pengamanan ini tidak hanya untuk 48 ekor Chelodina mccordi yang dilepasliarkan di Danau Peto itu saja, tetapi juga terhadap spesies langka milik masyarakat Rote yang mungkin saja masih ada namun belum teridentifikasi keberadaannya.
Hal lain yang akan dilakukan adalah mengupayakan
sosialisasi kepada masyarakat bagaimana kura-kura yang ada harus dilestarikan.
Juga mengenai rencana ke depan membudidayakan kura-kura tersebut untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Kepala Desa Lidabesi-kecamatan Rote Tengah, Onistypel Pellokilla, pemerintah kabupaten Rote Ndao perlu menindaklanjuti dengan membangun sebuah pos penjagaan di lokasi Danau Peto dan menempatkan petugas jaga di danau itu supaya keamanan bisa dijamin. Kembalinya kura-kura leher ular pulau Rote ke habitatnya di Pulau Rote khususnya di Danau Peto merupakan sesuatu yang sangat berharga. Apalagi pelepasliarannya dilakukan langsung Mentri kehuatanan RI, MS Ka'ban. Karena sudah ada kura-kura berleher ular yang unik tersebut kini danau Peto akan menjadi lokasi pariwisata. Orang-orang yang ingin melihat langsung kura-kura berleher ular pulau Rote tentu akan datang ke lokasi danau Peto yang mencakup wilayah Desa Lidabesi dan Desa Maubesi. Jadi, perhatian pemerintah dalam upaya pengembangbiakan kura-kura ini memang sangat serius.
Warga Desa Lidabesi sangat mendukung kehadiran kura-kura berleher ular pulau Rote di danau Peto dan akan ikut menjaga atau melestarikan perkembangbiakannya. Apalagi berbagai kegiatan terkait pengelolaan danau Peto sebagai lokasi penangkaran kura-kura melibatkan warga setempat sehingga menjadi tanggung jawab warga juga untuk menjamin keselamatan kura-kura unik yang ada. Onistypel Pellokilla pun mengusulkan agar pemerintah Kabupaten Rote Ndao terus melakukan pembenahan untuk penataan lokasi danau Peto menjadi lokasi yang bisa bernilai ekonomis dan mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi Kabupaten Rote Ndao.
Kura-kura kecil leher panjang yang hanya dapat hidup di lahan basah Pulau Rote ini dinyatakan spesies baru sejak 1994 setelah dilakukan penelitian oleh lembaga ilmiah bekerja sama dengan Departemen kehutanan RI. Spesies Chelodina mccordi merupakan pecahan dari C. Novaeguineae. Permintaan perdagangan terhadap jenis kura-kura ini sangat tinggi dengan harga yang mahal sehingga harus dilestarikan jenisnya.
Meski spesies Chelodina mccordi atau kura-kura berleher ular pulau Rote ini memiliki permintaan perdagangan yang tinggi (nilai ekonomis yang tinggi) namun sebenarnya selama ini spesies kura-kura tersebut sudah punah dan tidak ada lagi di wilayah Kabupaten Rote Ndao. Masyarakat Rote Ndao bahkan telah lupa dengan keberadaan kura-kura tersebut di diwilayah nusa lontar.
Tetapi kenyataan berkata lain. Spesies Chelodina mccordi atau kura-kura leher ular Rote ini ternyata masih ada dan sejak tahun 1994 dijaga kelestariannya dan dikembangbiakan di PT. Alam Nusantara Jayatama-Jakarta dibawah pengawasan Departemen Kehutanan RI. Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan jenis kura-kura yang hidup endemik di suatu Danau (Danau Naluk dan Danau Enduy) di Pulau Rote-Nusa Tenggara Timur. Ukuran dewasanya bisa mencapai 15-25 cm dan memiliki bentuk karapas yang unik dengan sisi karapas melengkung ke atas. Agar spesies kura-kura ini tidak punah, pemerintah yakni Departemen Kehutanan RI memandang perlu mengembalikan kura-kura ini pada habitatnya di Pulau Rote. Diperlukan pelepasliaran kura-kura ini untuk meningkatkan jumlah populasinya di habitat aslinya sehingga kelestariannya tetap terjaga.
Menurut Kepala Desa Lidabesi-kecamatan Rote Tengah, Onistypel Pellokilla, pemerintah kabupaten Rote Ndao perlu menindaklanjuti dengan membangun sebuah pos penjagaan di lokasi Danau Peto dan menempatkan petugas jaga di danau itu supaya keamanan bisa dijamin. Kembalinya kura-kura leher ular pulau Rote ke habitatnya di Pulau Rote khususnya di Danau Peto merupakan sesuatu yang sangat berharga. Apalagi pelepasliarannya dilakukan langsung Mentri kehuatanan RI, MS Ka'ban. Karena sudah ada kura-kura berleher ular yang unik tersebut kini danau Peto akan menjadi lokasi pariwisata. Orang-orang yang ingin melihat langsung kura-kura berleher ular pulau Rote tentu akan datang ke lokasi danau Peto yang mencakup wilayah Desa Lidabesi dan Desa Maubesi. Jadi, perhatian pemerintah dalam upaya pengembangbiakan kura-kura ini memang sangat serius.
Warga Desa Lidabesi sangat mendukung kehadiran kura-kura berleher ular pulau Rote di danau Peto dan akan ikut menjaga atau melestarikan perkembangbiakannya. Apalagi berbagai kegiatan terkait pengelolaan danau Peto sebagai lokasi penangkaran kura-kura melibatkan warga setempat sehingga menjadi tanggung jawab warga juga untuk menjamin keselamatan kura-kura unik yang ada. Onistypel Pellokilla pun mengusulkan agar pemerintah Kabupaten Rote Ndao terus melakukan pembenahan untuk penataan lokasi danau Peto menjadi lokasi yang bisa bernilai ekonomis dan mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi Kabupaten Rote Ndao.
Kura-kura kecil leher panjang yang hanya dapat hidup di lahan basah Pulau Rote ini dinyatakan spesies baru sejak 1994 setelah dilakukan penelitian oleh lembaga ilmiah bekerja sama dengan Departemen kehutanan RI. Spesies Chelodina mccordi merupakan pecahan dari C. Novaeguineae. Permintaan perdagangan terhadap jenis kura-kura ini sangat tinggi dengan harga yang mahal sehingga harus dilestarikan jenisnya.
Meski spesies Chelodina mccordi atau kura-kura berleher ular pulau Rote ini memiliki permintaan perdagangan yang tinggi (nilai ekonomis yang tinggi) namun sebenarnya selama ini spesies kura-kura tersebut sudah punah dan tidak ada lagi di wilayah Kabupaten Rote Ndao. Masyarakat Rote Ndao bahkan telah lupa dengan keberadaan kura-kura tersebut di diwilayah nusa lontar.
Tetapi kenyataan berkata lain. Spesies Chelodina mccordi atau kura-kura leher ular Rote ini ternyata masih ada dan sejak tahun 1994 dijaga kelestariannya dan dikembangbiakan di PT. Alam Nusantara Jayatama-Jakarta dibawah pengawasan Departemen Kehutanan RI. Kura-kura berleher ular pulau Rote (Chelodina mccordi) merupakan jenis kura-kura yang hidup endemik di suatu Danau (Danau Naluk dan Danau Enduy) di Pulau Rote-Nusa Tenggara Timur. Ukuran dewasanya bisa mencapai 15-25 cm dan memiliki bentuk karapas yang unik dengan sisi karapas melengkung ke atas. Agar spesies kura-kura ini tidak punah, pemerintah yakni Departemen Kehutanan RI memandang perlu mengembalikan kura-kura ini pada habitatnya di Pulau Rote. Diperlukan pelepasliaran kura-kura ini untuk meningkatkan jumlah populasinya di habitat aslinya sehingga kelestariannya tetap terjaga.
Upaya pelestarian kura-kura ini dilakukan
sesuai dengan amanat Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber
daya alam dan ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang
pemanfaatan jenis tumbuahn dan satwa liar, Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.19/Menhut-II/2005 tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar serta pada bab
X tentang pengembalian ke habitat alam (restocking) dan status satwa purna penangkaran
pasal 71 terutama menyangkut persyaran teknis, ukuran, kondisi satwa,
habitat/lokasi pelepasan, waktu pelaksanaa restocking, pengamanan pada saat
adaptasi, pemantauan dan juga sumber dana untuk biaya restocking dan
pelestarian.
Sumber Artikel: Artikel Pak Hari Prajitno, Denifa Biologi, dan Mitra Sore
Tidak ada komentar:
Posting Komentar